Kenapa banyak yang beranggapan bahwa subsidi hanya akan membuat kaum bawah menjadi tergantung dan manja
(konteks finansial tanpa kerja)
Apakah kamu pernah bertanya-tanya mengapa ada kesenjangan yang begitu besar antara orang kaya dan yang miskin? Mengapa kelompok orang kaya terus bertambah kaya sementara yang miskin semakin terjerat dalam kemiskinan? Pertanyaan ini telah menjadi misteri yang menggoda pikiran banyak orang. Namun, jawabannya mungkin lebih rumit daripada yang kamu bayangkan.
Kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara orang kaya dan miskin telah menjadi sorotan hangat dalam beberapa dekade terakhir. Banyak orang cenderung menyalahkan faktor-faktor eksternal seperti sistem ekonomi yang tidak adil, kurangnya kesempatan, atau bahkan nasib buruk. Namun, untuk benar-benar memahami fenomena ini, kita perlu melihat lebih dalam lagi.
Salah satu faktor yang sering kali diabaikan adalah perbedaan dalam pola pikir dan perilaku antara orang kaya dan yang miskin. Orang kaya cenderung memiliki pola pikir yang lebih proaktif dan orientasi ke depan yang kuat. Mereka memiliki kemampuan untuk melihat peluang di mana orang lain melihat hambatan. Selain itu, orang kaya juga cenderung memiliki jaringan sosial yang lebih luas dan akses ke sumber daya yang lebih besar, yang semuanya mendukung pertumbuhan kekayaan mereka.
Di sisi lain, banyak orang miskin terjebak dalam pola pikir yang terbatas dan siklus kemiskinan yang sulit dipatahkan. Mereka mungkin tidak memiliki akses ke pendidikan yang memadai atau dukungan sosial yang diperlukan untuk menciptakan perubahan positif dalam hidup mereka. Selain itu, kebiasaan dan sikap mental yang kurang mendukung seperti penundaan tindakan dan kurangnya rasa percaya diri juga dapat memperburuk situasi mereka.
Terkait dengan pendapat bahwa subsidi hanya akan membuat kaum bawah semakin tergantung dan manja, ada benang merah yang menghubungkannya dengan pola pikir dan perilaku. Subsidi yang diberikan tanpa kebijakan yang tepat dapat menciptakan siklus ketergantungan yang sulit dipatahkan. Tanpa dorongan untuk mandiri dan meningkatkan keterampilan serta kemampuan, banyak individu cenderung bergantung pada bantuan eksternal, yang pada akhirnya hanya memperpanjang kesengsaraan mereka.
Jadi, kesenjangan antara orang kaya dan miskin tidak hanya berkaitan dengan faktor ekonomi semata, tetapi juga dengan perbedaan dalam pola pikir dan perilaku. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang holistik yang tidak hanya mencakup reformasi ekonomi tetapi juga pembenahan dalam pendidikan, pembangunan keterampilan, dan dukungan sosial.
Dengan mengubah pola pikir dan perilaku serta memberikan akses yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan, kita dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berkelanjutan bagi semua orang. Smile Consulting Indonesia, bersama dengan Jasa Psikotes Online berpengalaman 10 tahun, HIMPSI, Biro Psikologi terbaik, dan Jasa Psikotes termurah di Indonesia, hadir untuk mendukung perubahan positif ini dengan layanan konsultasi, tes minat bakat, tes minat penjurusan, tes bakat, dan rekrutmen yang terpercaya dan berorientasi pada solusi. Bersama-sama, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi semua orang.
Referensi:
Piketty, Thomas. 2013. Capital in the Twenty-First Century.